BUNG KARNO
PENJAMBUNG LIDAH RAKJAT INDONESIA
BIOGRAPHY AS TOLD TO CINDY ADAMS
Bab 1
Alasan Menulis Bab ini
TJARA jang paling mudah untuk melukiskan tentang diri Sukarno ialah dengan menamakannja seorang jang
maha-pentjinta. Ia mentjintai negerinja, ia mentjintai rakjatnja, ia mentjintai wanita, ia mentjintai seni dan
melebihi daripada segala-galanya ia tjinta kepada dirinya sendiri.
Sukarno adalah seorang manusia perasaan. Seorang pengagum. Ia menarik napas pandjang apabila
menjaksikan pemandangan jang indah. Djiwanja bergetar memandangi matahari terbenam di Indonesia. Ia
menangis dikala menjanjikan lagu spirituil orang negro.
Orang mengatakan bahwa Presiden Republik Indonesia terlalu banjak memiliki darah seorang seniman."Akan
tetapi aku bersjukur kepada Jang Maha Pentjipta, karena aku dilahirkan dengan perasaan halus dan darah
seni. Kalau tidak demikian, bagaimana aku bisa mendjadi Pemimpin Besar Revolusi, sebagairnana 105 djuta
rakjat menjebutku ? Kalau tidak demikian, bagairnana aku bisa memimpin bangsaku untuk merebut kembali
kemerdekaan dan hak-azasinja, setelah tiga setengah abad dibawan pendjadjahan Belanda? Kalau tidak
demikian bagaimana aku bisa mengobarkan suatu revolusi ditahun 1945 dan mentjiptakan suatu Negara
Indonesia jang bersatu, jang terdiri dari pulau Djawa, Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan
Maluku dan bagian lain dari Hindia Belanda ?
Irama suatu-revolusi adalah mendjebol dan membangun. Pernbangunan menghendaki djiwa seorang arsitek.
Dan didalam djiwa arsitek terdapatlah unsur-unsur perasaan dan djiwa seni. Kepandaian memimpin suatu
revolusi hanja dapat ditjapai dengan rnentjari ilham dalam segala sesuatu jang dilihat. Dapatkah orang
memperoleh ilham dalam sesuatu, bilamana ia bukan seorang manusia-perasaan dan bukan manusia-seni
barang sedikit ?
Namun tidak setiap arang setudju dengan gambaran Sukarno tentang diri Sukarno. Tidak semua orang
menjadari, bahwa djalan untuk mendekatiku adalah semata-mata melalui hati jang ichlas. Tidak semua
orang menjadari, bahwa aku ini tak ubahnja seperti anak ketjil. Berilah aku sebuah pisang dengan sedikit
simpati jang keluar dari lubuk-hatimu, tentu aku akan mentjintaimu untuk selama-lamanja.
Akan tetapi berilah aku seribu djuta dollar dan disaat itu pula engkau tampar mukaku dihadapan umum,
maka sekalipun ini njawa tantangannja aku akan berkata kepadamu, "Persetan !"
Manusia Indonesia hidup dengan getaran perasaan. Kamilah satu-satunja bangsa didunia jang mempunjai
sedjenis bantal jang dipergunakan sekedar untuk dirangkul. Disetiap tempat-tidur orang Indonesia terdapat
sebuah bantal sebagai kalang hulu dan sebuah lagi bantal ketjil berbentuk bulat-pandjang jang dinamai
guling. Guling ini bagi kami gunanja hanja untuk dirangkul sepandjang malam.
Aku mendjadi orang jang paling menjenangkan didunia ini, apabila aku merasakan arus persahabatan,
sirnpati terhadap persoalan-persoalanku, pengertian dan penghargaan datang menjambutku. Sekalipun ia tak
diutjapkan, ia dapat kurasakan. Dan sekalipun rasa-tidak-senang itu tidak diutjapkan, aku djuga dapat
merasakannja. Dalam kedua hal itu aku bereaksi menurut instink. Dengan satu perkataan jang lembut, aku
akan melebur. Aku bisa keras seperti badja, tapi akupun bisa sangat lunak.
Seorang diplomat tinggi Inggris masih belum menjadari, bahwa kuntji menudju Sukarno akan berputar
dengan mudah, kalau ia diminjaki dengan perasaan kasih-sajang. Dalam sebuah suratnja belum lama
berselang jang ditudjukan ke Downing Street 10 ia menulis, "Presiden Sukarno tidak dapat dikendalikan,
tidak dapat diramalkan dan tidak dapat dikuasai. Dia seperti tikus jang terdesak.
"Suatu utjapan jang sangat bagus bagi seseorang jang telah mempersembahkan seluruh hidupnja kepangkuan
tanah-airnja, orang jang 13 tahun lamanja meringkuk dalam pendjara dan pembuangan, karena ia mengabdi
kepada suatu tjita-tjita. Mungkin aku tidak sependapat dan sependirian dengan dia tetapi seperti seekor
BUNG KARNO PENJAMBUNG LIDAH RAKJAT INDONESIA Halaman 2 dari 109
tikus ? Djantungku berhenti mendenjut ketika surat itu sampai ditanganku. Ia mengachiri suratnja dengan
mengatakan, bahwa ia telah mengusahakan agar Sukarno mendapat perlakuan jang paling buruk dalam suratsurat kabar.
"Aku tidak tidur selama enam tahun. Aku tak dapat lagi tidur barang sekedjap. Kadang-kadang, dilarut
tengah malam, aku menelpon seseorang jang dekat denganku seperti misalnja Subandrio, Wakil Perdana
Menteri Satu dan kataku, "Bandrio, datanglah ketempat saja, temani saja, tjeritakan padaku sesuatu jang
gandjil, tjeritakanlah suatu lelutjon, bertjeritalah tentang apa sadja asal djangan mengenai politik. Dan
kalau saja tertidur, ma'afkanlah." Aku membatja setiap malam, berpikir setiap malam dan aku sudah bangun
lagi djam lima pagi. Untuk pertamakali dalam hidupku aku mulai makan obat-tidur. Aku lelah. Terlalu lelah.
Aku bukan manusia jang tidak mempunjai kesalahan. Setiap machluk membuat kesalahan. Dihari-hari
keramat aku minta ma'af kepada rakjatku dimuka umum atas kesalahan jang kutahu telah kuperbuat, dan
atas kekeliruan-kekeliruan jang tidak kusadari. Barangkali suatu kesalahanku ialah, bahwa aku selalu
mengedjar suatu tjita-tjita dan bukan persoalan-persoalan jang dingin. Aku tetap mentjoba untuk
menundukkan keadaan atau mentjiptakan lagi keadaan-keadaan, sehingga ia dapat dipakai sebagai djalan
untuk mentjapai apa jang sedang dikedjar. Hasilnja, sekalipun aku berusaha begitu keras bagi rakjatku, aku
mendjadi korban dari serangan-serangan jang djahat.
Orang bertanja, "Sukarno, apakah engkau tidak merasa tersinggung bila orang mengeritikmu ?" Sudah tentu
aku merasa tersinggung. Aku bentji dimaki orang. Bukankah aku bersifat manusia seperti djuga setiap
manusia lainnja ? Bahkan kalau engkau melukai seorang Kepala Negara, ia akan lemah. Tentu aku ingin
disenangi orang. Aku mempunjai ego. Itu kuakui. Tapi tak seorangpun tanpa ego dapat menjatukan 10.000
pulau-pulau mendjadi satu Kebangsaan. Dan aku angkuh. Siapa pula jang tidak angkuh ? Bukankah setiap
orang jang membatja buku ini ingin mendapat pudjian ?
Aku teringat akan suatu hari, ketika aku menghadapi dua buah laporan jang bertentangan tentang diriku.
Kadang-kadang seorang Kepala Pemerintahan tidak tahu, mana jang harus dipertjajainja. Jang pertama
berasal dari madjalah "Look". "Look" menjatakan, bahwa rakjat Indonesia semua menentangku. Madjalah ini
memuat sebuah tulisan mengenai seorang tukang betja jang mengatakan seakan-akan segala sesuatu di
Indonesia sangat menjedihkan keadaannja dan orang-orang kampungpun sekarang sudah muak terhadap
Sukarno.
Kusudahi membatja artikel itu pada djam lima sore dan tepat pada waktu aku telah siap hendak berdjalandjalan selama setengah djam, seperti biasanja kulakukan dalam lingkungan istana-inilah satu-satunja
matjam gerak badan bagiku seorang pedjabat polisi jang sangat gugup dibawa masuk. Sambil berdjalan
kutanjakan kepadanja, apa jang sedang dipikirkannja."Ja, Pak," ia memulai, "Sebenarnja kabar baik." "Apa
maksudmu dengan sebenarnja kabar baik ?" tanjaku. "Ja," katanja, "Rakjat sangat menghargai Bapak. Mereka
mentjintai Bapak. Dan terutama rakjat-djelata. Saja mengetahui, karena saja baru menjaksikan sendiri suatu
keadaan jang menundjukkan penghargaan terhadap Bapak. Kemudian ia berhenti. "Teruslah," desakku,
"Katakan padaku.
Darimana engkau dan siapa jang kautemui dan apa jang mereka lakukan ?" "Begini, Pak," ia mulai lagi. "Kita
mempunjai suatu daerah, dimana perempuan-perempuan latjur semua ditempatkan setjara berurutan. Kami
memeriksa daerah itu dalam waktu-waktu tertentu, karena sudah mendjadi tugas kami untuk mengadakan
pengawasan tetap. Kemarin suatu kelompok memeriksa keadaan mereka dan Bapak tahu apa jang mereka
temui - Mereka menjaksikan potret Bapak, Pak. Digantungkan didinding." "Dimana aku digantungkan ?"
tanjaku kepadanja. "Ditiap kamar, Pak. Ditiap kamar terdapat, sudah barang tentu, sebuah tempat-tidur.
Dekat tiap randjang ada medja dan tepat diatas medja itu disitulah gambar Bapak digantungkan. "Dengan
gugup ia mengintai kepadaku sambil menunggu perintah. "Pak, kami merasa bahagia karena rakjat kita
memuliakan Bapak, tapi dalam hal ini kami masih ragu apakah wadjar kalau gambar Presiden kita
digantungkan didinding rumah pelatjuran. Apa jang harus kami kerdjakan ? Apakah akan kami pindahkan
gambar Bapak dari dinding-dinding itu ?" "Tidak," djawabku. "Biarkanlah aku disana. Biarkan mataku jang tua
dan letih itu memandangnja! "Tidak seorangpun dalam peradaban modern ini jang menimbulkan demikian
banjak perasasn pro dan kontra seperti Sukarno. Aku dikutuk seperti bandit dan dipudja bagai Dewa.Tidak
djarang kakek-kakek datang berkundjung kepadaku sebelum mereka imengachiri hajatnja. Seorang nelajan
jang sudah tua, jang tidak mengharapkan pudjian atau keuntungan, berdjalan kaki 23 hari lamanja sekedar
hanja untuk sudjud dihadapanku dan mentjium kakiku. Ia menjatakan, bahwa ia telah berdjandji pada
dirinja sendiri, sebelum mati ia akan melihat wadjah Presidennja dan menundjukkan ketjintaan serta
kesetiaan kepadanja. Banjak jang pertjaja bahwa aku seorang Dewa, mempunjai kekuatan-kekuatan sakti
jang menjembuhkan.
BUNG KARNO PENJAMBUNG LIDAH RAKJAT INDONESIA Halaman 3 dari 109
Seorang petani-kelapa jang anaknja sakit keras bermimpi, bahwa ia harus pergi kepada Bapak dan minta air
untuk anaknja. Hanja air-leding biasa dan jang diambil dari dapur. Ia jakin, bahwa air ini, jang kuambil
sendiri, tentu mengandung zat-zat jang menjembuhkan. Aku tidak bisa bersoal-djawab dengan dia. karena
orang Djawa adalah orang jang pertjaja kepada ilmu kebatinan, dan ia jakin bahwa ia akan kehilangan
anaknja kalau tidak membawa obat ini dariku. Kuberikan air itu kepadanja. Dan seminggu kemudian anak itu
sembuh kembali. Aku senantiasa mengadakan perdjalanan kepelbagai pelosok tanah air dari Sabang, negeri
jang paling utara dari pulau Sumatra, sampai ke Merauke di Irian Barat dan jang paling timur. Beberapa
tahun jang lalu aku mengundjungi sebuah desa ketjil di Djawa Tengah. Seorang perempuan dari desa itu
mendatangi pelajanku dan membisikkan, "Jangan biarkan orang mengambil piring Presiden. Berikanlah
kepada saja sisanja. Saja sedang mengandung dan saja ingin anak laki-laki. Saja mengidamkan seorang anak
seperti Bapak. Djadi tolonglah, biarlah saja memakan apa-apa jang telah didjamah sendiri oleh Presidenku."
Dipulau Bali orang pertjaja, bahwa Sukarno adalah pendjelmaan kembali dari Dewa Wishnu, Dewa Hudjan
dalam agama Hindu. Karena, bilamana sadjapun Bapak datang ketempat istirahat jang ketjil, jang
kurentjanakan dan kubangun sendiri diluar Denpasar, bahkan sekalipun ditengah musim kemarau,
kedatanganku bagi mereka berarti hudjan. Orang Bali jakin, bahwa aku membawa pangestu kepada mereka.
Dikala terachir aku terbang ke Bali disana sedang berlangsung musim kering. Tepat setelah aku sampai
disana, langit tertjurah. Berbitjara setjara terus-terang, aku memandjatkan- do'a sjukur kehadirat Jang
Maha-Pengasih manakala turun hudjan selama aku berada di Tampaksiring. Karena, kalaulah ini tidakterdjadi, sedikit banjak akan mengurangi pengaruhku.Namun, dunia hanja membatja tentang satu-orang
tukang betja. Dunia hanja tahu, bahwa Sukarno bukan ahli ekonomi. Itu memang benar. Aku bukan ahli
ekonomi. Tapi apakah Kennedy ahli ekonorni ? Apakah Johnson ahli ekonomi? Apakah itu suatu alasan bagi
madjalah-madjalah Barat untuk menulis bahwa negeriku sedang menudju kepada keruntuhan ekonomi ? Atau
bahwa kami adalah "bangsa jang bobrok". Atau untuk mendjuduli sebuah tjerita: "Mari kita bergerak
menentang Sukarno"? Kalau para wartawan membentji Djepang atau Filipina, mereka dapat menjebut suatu
daerah disana, dimana seluruh keluarga — ibu, bapak dan anak-anaknja—bunuh diri, karena menderita
kelaparan. Ini semua sudah diketahui orang. Tapi tidak! Hanja mengenai "Orang Djahat dari Asia" mereka
membuat foto-foto dari penderitaan rakjat, karena kekurangan makanan oleh musim kering dan hama tikus,
sementara dilatarbelakangnja digambarkan hotelku jang indah. Lalu kepala karangannja: "Indonesia
kepunjaan Sukarno". Tapi itu BUKAN Indonesia kepunjaan Sukarno. Indonesia kepunjaan Sukarno sekarang
adalah suatu bangsa jang 10051 bebas butahuruf dibawah umur 45 tahun. Pada waktu Negara kami dilahirkan
duapuluh tahun jang lalu hanja 6% dari kami jang pandai tulis-batja. Indonesia kepunjaan Sukarno sekarang
adalah suatu bangsa jang dua intji lebih tinggi daripada generasi terdahulu. Apakah masuk diakal, anak-anak
bisa tumbuh lebih subur dalam keadaan kelaparan ?
Akan tetapi wartawan-wartawan terus sadja menulis, bahwa aku ini seorang "Budak Moskow". Marilah kita
perbaiki ini sekali dan untuk selama-lamanja. Aku bukan, tidak pernah dan tidak mungkin mendjadi seorang
Komunis. Aku menjembah ke Moskow ? Setiap orang jang pernah mendekati Sukarno mengetahui, bahwa
egonja terlalu besar untuk bisa mendjadi budak seseorang—ketjuali mendjadi budak dari rakjatnja. Namun
para wartawan tidak menulis tentang apa-apa jang baik dari Sukarno. Pokok-pokok jang dibitjarakan hanja
tentang jang djelek dari Sukarno.Mereka suka memperlihatkan Hotel Indonesiaku jang penuh gairah dan
dibelakangnja gambar-gambar daerah pinggiran jang miskin. Alasan dari "orang jang menghamburkan uang"
mendirikan gedung itu ialah, untuk memperoleh devisa jang tidak dapat kami tjari dengan djalan lain. Kami
menghasilkan dua djuta dollar Amerika setelah hotel itu berdjalan selama setahun. Aku sadar, bahwa kami
masih mempunjai daerah pinggiran jang miskin dekat itu. Akan tetapi negeri-negeri jang kajapun punja hotel
jang gemerlapan, empuk dari jang harganja djutaan dollar, sedang disudutnja terdapat bangunanbangunan
jang tertjela penuh dengan kotoran, busuk dan djelek. Aku melihat orang-orang kaja dengan segala
kemegahannja berdjalan dengan sedan-sedan jang mengkilap, akan tetapi aku djuga melihat mereka-mereka
jang malang mentjakar-tjakar dalam tong-sampah mentjari kulit kentang. Memang ada daerah pinggiran jang
miskin diseluruh kota didunia. Bukan hanja di Djakarta kepunjaan Sukamo. Barat selalu menuduhku terlalu
memperlihatkan muka manis kepada Negara-Negara Sosialis. "Ooohh," kata mereka, "Lihatlah Sukarno lagilagi bermain-main sahabat dengan Blok Tnmur."
Jah, mengapa tidak ? Negara-Negara Sosialis tak pernah mengizinkan seorangpun mengedjekku dalam pers
mereka. Negara-Negara Sosialis selalu memudjiku. Mereka tidak membikin aku malu keseluruh dunia ataupun
tidak memperlakukanku dimaka umum seperti seorang anak jang tertjela dengan menolak memberikan lebih
banjak djadjan sampai aku mendjadi anak jang manis. Negara-Negara Sosialis selalu mentjoba untuk
merebut hati Sukarno. Krushchov mengirimi aku jam dan pudding dua minggu sekali dan memetikkan appel,
gamdum dan hasil tanaman lain dari panennja jang terbaik. Djadi, salakkah aku kalau berterima-kasih
kepadanja ? Siapakah jang takkan ramah terhadap seseorang jang bersikap ramah kepadanja? Aku mengedjar
politik netral, ja ! Akan tetapi dalam hati-ketjilnja siapa jang menjalahkanku, djika aku berkata, "Terimakasih rakjat-rakjat Negara Blok Timur, karena engkau selalu memperlihatkan kepadaku tanda persahabatan.
BUNG KARNO PENJAMBUNG LIDAH RAKJAT INDONESIA Halaman 4 dari 109
Terima-kasih rakjat-rakjat Negara Blok Timur, karena engkau berusaha tidak menjakiti hatiku. Terima-kasih,
karena engkau telah menjampaikan kepada rakjatmu bakwa Sukamo setidak-tidaknja mentjoba sekuat
tenaganja berbuat untak negerinja. Terima-kasih atas pemberianmu." Apa jang kuutjapkan itu adalah tanda
terima-kasih— bukan Komunisme ! Aku ditjela dalam berbagai soal. Mengapa dia - terlalu banjak
mengadakan perdjalanan, musuh-musuhku selalu bertanja. Dibulan Djuni 1960, pada waktu aku mengadakan
perlawatan selama dua bulan empat hari ke India, Hongaria, Austria, RPA, Guinea, Tunisia, Marokko,
Portugal, Cuba, Puerto Rico, San Francisco, Hawaii dan Djepang, kepadaku ditudjukan kata-kata baru jang
dikarang buat diriku. Aku malahan tidak tahu apa maksud "Have 707 Will Travel" hingga seorang sahabat
bangsa Amerika menerangkannja.
Memang benar, bahwa aku adalah satu-satunja Presiden jang mengadakan demikian banjak perlawatan. Aku
sudah kemana-mana ketjuali ke London, sekalipun Ratu Inggris sudah dua kali mengundangku untuk
berkundjung. Aku mengharapkan, disatu saat dapat menerima keramahannja itu. Ada sebabnja aku
mengadakan perlawatan itu. Aku ingin agar Indonesia dikenal orang. Aku ingin memperlihatkan kepada
dunia, bagaimana rupa orang Indonesia. Aku ingin menjampaikan kepada dunia, bahwa kami bukan "Bangsa
jang pandir" seperti orang Belanda berulang-ulang kali mengatakan kepada kami. Bahwa kami bukan lagi
"Inlander goblok hanja baik untuk diludahi" seperti Belanda mengatakan kepada kami berkali-kali. Bahwa
kami bukanlah lagi penduduk kelas kambing jang berdjulan menjuruk-njuruk dengan memakai sarung dan
ikat-kepala, merangkak-rangkak seperti jang dikehendaki oleh madjikan-madjikan kolonial dimasa jang
silam. Setelah Republik Rakjat Tiongkok, India, Uni Soviet, dan Amerika Serikat, maka kami adalah bangsa
jang kelima didunia dalam hal djumlah penduduk. 3000 dari pulau-pulau kami dapat didiami. Tapi tahukah
Saudara berapa banjak rakjat jang tidak mengetahui tentang Indonesia ? Atau dimana letaknja ? Atau
tentang warna kulitnja, apakah kami sawomatang, hitam, kuning atau putih ?
Jang mereka ketahui hanja nama Sukarno. Dan mereka mengenal wadjah Sukarno.Mereka tidak tahu, bahwa
negeri kami adalah rangkaian pulau jang terbesar didunia. Bahwa negeri kami terhampar sepandjang 5.000
kilometer atau menutupi seluruh negeri-negeri Eropa sedjak dari pantai Barat benuanja sampai keperbatasan
paling udjung disebelah Timur.Mereka tidak tahu, bahwa kami sesudah Australia adalah negara keenam
terbesar, dengan luas tanah sebesar dua djuta mil persegi. Mereka umumnja tidak menjadari, bahwa kami
terletak antara dua benua, benua Asia dan Australia, dan dua buah Samudra raksasa, Lautan Teduh dan
Samudra Indonesia. Atau, bahwa kami menghasilkan kopi jang paling baik didunia; dari itu timbulnja
utjapan: "A cup of Java". Bahwa setelah Amerika Serikat dan Uni Sovjet maka Indonesialah penghasil minjak
jang terbesar di Asia Tenggara dan penghasil timah jang kedua terbesar didunia, negara terkaja dialam
semesta dalam hal sumber alam. Atau, bahwa satu dari empat buah ban mobil ~Amerika dibuat dari karet
Indonesia. Namun apa jang mereka mau tahu hanja nama Sukarno.
Departemen Luar Negeri kami menjatakan kepadaku, bahwa satu kali kundjungan Sukarno sama artinja
dengan sepuluh tahun pekerdjaan Duta. Dan itulah alasan, mengapa aku mengadakan perlawatan dan
mengapa aku selalu memberikan kenjataan-kenjataan tentang tanah-airku dalam setiap pidato jang
kuutjapkan disetiap pendjuru dunia. Aku hendak mengadjar orang-orang-asing dan memberikan pandangan
pertama selintas lalu tentang negeriku, jang terhampar menghidjau dan tertjinta ini laksana untaian zamrud
jang melingkar disepandjang katulistiwa.Pada suatu hari sekretarisku menjerahkan sebuah surat jang
beralamat singkat "Presiden Sukarno, Indonesia, Asia Tenggara". Penulis surat ini berkata, ia mendengar
bahwa aku ini mengekang kemerdekaan pers dan apakah itu benar dan kalau memang demikian alangkah
kedjamnja aku ini ! Orang jang menulis surat pitjisan ini menamakan aku seorang jang angkara. Dia
mengedjek kepadaku, tapi ini tidak kupedulikan. Tahukah engkau apa jang membuat aku gusar ? Kenjataan
bahwa dia menganggap kantorpos tidak tahu dimana letak Indonesia. Dan oleh sebab itu dia menambahkan
kata-kata ,,Asia Tenggara" pada alamatnja ! Pendapat manusia berdjalan bagai gelombang. Dalam tahun '56
ketika aku pertamakali berkundjung ke Amerika Serikat, setiap orang menjukaiku. Sekarang arusnja
mendjadi terbalik, menentang Sukarno. Betapapun, aku telah didjadikan bulan-bu}anan.
Baru-baru ini diserahkan kepadaku sebuah madjalah remadja Amerika. Madjalah itu memperlihatkan gadis
striptease setengah telandjang, jang hanja memakai tjelana-dalam dan berdiri disamping Sukarno
berpakaian seragam militer lengkap. Ini adalah kombinasi jang ditempelkan mendjadi satu supaja kelihatan
seolah-olah satu foto dari seorang gadis penari-telandjang membuka pakaiannja dihadapan Presiden Republik
Indonesia. Kedua foto ini ditempelkan -satu dengan jang lain. Ini adalah perbuatan kotor jang dilakukan
terhadap seorang Kepala Negara. Apakah aku harus mentjintai Amerika, kalau ia melakukan perbuatan
seperti itu terhadap diriku? Aku memperbintjangkan muslihat sematjam ini dengan Presiden Kennedy jang
sangat kuhormati. John F. Kennedy dan aku saling menjukai pergaulan kami satu sama lain. Dia berkata,
,,Presiden Sukarno, saja sangat mengagumi Tuan. Seperti saja sendiri, Tuan mempunjai pikiran jang
senantiasa menjelidiki dan bertanja-tanja. Tuan membatja segala-galanja. Tuan sangat banjak mengetahui."
Lalu dia membitjarakan tjita-tjita politik jang kupelopori dan mengutip bagian-bagian dari pidato-pidatoku.
Kennedy mempunjai tjara untuk mendekati seseorang melalui hati manusia. Kami banjak mempunjai
BUNG KARNO PENJAMBUNG LIDAH RAKJAT INDONESIA Halaman 5 dari 109
persamaan. Kennedy adalah orang jang sangat ramah dan menundjukkan persahabatan terhadapku. Dia
membawaku ketingkat atas, kekamartidurnja sendiri dan disanalah kami bertjakap-tjakap.Kukatakan
kepadanja, ,,Tuan Kennedy, apakah Tuan tidak menjadari, bahwa sementara Tuan sendiri memadu hubungan
persahabatan, seringkali Tuan dapat merusakkan hubungan dengan negara-negara lain dengan membiarkan
edjekan, serangan makian dan mengizinkan kritik-kritik setjara tetap terhadap pemimpin mereka dalam pers
Tuan ? Kadang-kadang kami lebih tjondong untuk bertindak atau memberikan reaksi lebih keras, oleh karena
kami dilukai atau dibikin marah. Sesungguhnja apakah pergaulan internasional itu bukan pergaulan antar
manusia dalam hubungan jang lebih besar ? Penggerogotan terus-menerus sematjam ini merobek-robek
keseimbangan dan mempertegang lebih hebat lagi hubungan jang sulit antara negara lain dengan negeri
Tuan." ,,Saja setudju dengan Tuan, Presiden Sukarno. Sajapun telah mendapat kesukaran dengan para
wartawan kami," dia mengeluh. ,,Apakah kami beruntung atau tidak, namun kemerdekaan pers merupakan
satu bagian dari pusaka peninggalan Amerika." ,,Ketika Alben Barkley mendjadi Wakil Presiden Amerika
Serikat, ia mengundjungi tanah-air saja," kataku. ,,Dan saja sendiri berdiri dekat beliau diwaktu beliau
ditjium oleh serombongan anak-anak gadis tjantik remadja.",,Saja jakin, tentu Wakil Presiden Barkley sangat
bersenang hati," kata Kennedy dengan ketawa jang disembunjikan. ,,Sekalipun demikian tak satupun surat
kabar Indonesia mau menjiarkannja.
Dan disamping itu mereka tak berani mengambil risiko untuk menimbulkan kesusahan terhadap seorang
negarawan keseluruh dunia. Barkley adalah seorang jang gembira dan barangkali tidak peduli bila gambarnja
itu dimuat. Akan tetapi bukanlah itu soalnja. Jang pokok adalah bahwa kami berkejakinan perlunja para
pemimpin dunia dilindungi dinegeri kami. "Kennedy sangat seperasaan denganku mengenai soal ini dan
berkata kepadaku dengan penuh kepertjajaan, ,,Tuan memang benar sekali, tapi apa jang dapat saja
lakukan ? Sedangkan saja dikutuk dinegeri saja sendiri."Karena itu kataku, ,,Ja, itulah sistim Tuan. Kalau
Tuan dikutuk dirurnah sendiri, saja tidak dapat berbuat apa-apa. Akan tetapi saja kira saja tidak perlu
menderita penghinaan seperti itu dinegeri Tuan, dimana Kepala Negaranja sendiri harus menderita
sedemikian. Madjalah Tuan ,,Time" dan ,,Life" terutama sangat kurang-adjar terhadap saja. Tjoba pikir,
,,Time" menulis, ,,Sukarno tidak bisa melihat rok wanita tanpa bernafsu". Selalu mereka menulis jang djelekdjelek. Tidak pernah hal-hal jang baik jang telah saja kerdjakan."Sekalipun Presiden Kennedy dan aku telah
mengadakan pertemuan pendapat, persetudjuan dalam lingkungan ketjil ini tidak pernah tersebar dalam
pers Amerika Serikat. Masih sadja, hari demi hari, mereka menggambarkanku sebagai pengedjar-tjinta. Ja,
ja, ja, aku mentjintai wanita. Ja, itu kuakui. Akan tetapi aku bukanlah seorang anak-pelesiran sebagaimana
mereka tudukkan padaku.
Di Tokyo aku telah pergi dengan kawan-kawan kesuatu Rumah Geisha. Tiada sesuatu jang melanggar susiia
mengenai Rumah Geisha itu. Orang sekedar duduk, makan-makan, bertjakap-tjakap dan mendengarkan
musik. Hanja itu. Akan tetapi dalam madjalah-madjalah Ba rat digembar-gemborkn seolah-olah aku ini Le
Grand Seducteur.Tanpa hiburan-hiburan ketjil ini aku akan mati. Aku mentjintai hidup. Orang-orang-asing
jang mengundjungi istanaku menjatakan, bahwa aku menjelenggarakan ,,suatu istana jang menjenangkan."
Adjudan-adjudanku mempunjai wadjah-wadjah jang senjum. Aku berkelakar dengan mereka, menjanji
dengan mereka. Bila aku tidak memperoleh kegembiraan, njanjian dan sedikit hiburan kadang-kadang, aku
akan dibinasakan oleh kehidupan ini. Umurku sudah 64 tahun. Mendjadi Presiden adalah pekerdjaan jang
membikin orang lekas tua. Dan kalau orang mendjadi tua, tentu tidak baik bagi seseorang. Karena itu,